Padang Pariaman-Zonadinamikanews.com,– Dua anggota DPRD Kabupaten Padang Pariaman dari Fraksi Golkar, Dani Putra Marlindo dan Rahmad Mahmudal, tercatat berulang kali tidak hadir dalam sidang paripurna DPRD. Meski pelanggaran kedisiplinan ini telah menjadi sorotan dari berbagai media namun kini belum ada tindakan konkret ataupun sanksi tegas dari pihak berwenang.
Ketidakhadiran dua wakil rakyat ini menimbulkan pertanyaan serius: mengapa tidak ada sanksi yang dijatuhkan meski bukti ketidakhadiran berulang kali sudah terang-benderang?
Catatan Mangkir yang Berulang
Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi kami, baik Dani Putra Marlindo maupun Rahmad Mahmudal kerap tidak hadir dalam agenda sidang paripurna yang digelar DPRD Padang Pariaman. Ketidakhadiran itu meliputi sidang-sidang krusial seperti penyampaian LKPJ Bupati, pengesahan anggaran, hingga pembahasan rancangan peraturan daerah.
Sumber internal di lingkungan DPRD Padang Pariaman yang enggan disebut namanya menyatakan bahwa kedua anggota tersebut sudah sering mangkir pada agenda sidang, bahkan kadang tak memberikan pemberitahuan sama sekali,” ujar salah satu staf sekretariat DPRD.
Ketua BK: Masih Tahap “Pemantauan”
Saat dikonfirmasi, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Padang Pariaman, Herman Malai, tak menampik adanya laporan ketidakhadiran tersebut. Namun, ia terkesan berhati-hati dalam merespons.
“Insyaallah kami akan pelajari dan menginput datanya untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya,” ujar Herman saat dihubungi wartawan, Jumat (13/6).
Namun, pernyataan ini dinilai belum mencerminkan sikap tegas dari lembaga yang seharusnya menjadi penjaga marwah etik legislatif. Apalagi, ketidakhadiran berulang kali tanpa keterangan yang sah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik sesuai Peraturan DPRD No. 1 Tahun 2019 dan PP 12 Tahun 2017 tentang Tata Tertib DPRD.
Sekwan Lempar Tangan
Di sisi lain, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Padang Pariaman, Rangkuti, juga enggan memberikan kepastian soal tindak lanjut absensi tersebut.
“Itu bukan wewenang kami. Kami hanya menjalankan tugas administrasi dan memfasilitasi kegiatan persidangan. Soal kehadiran dan sanksi, itu domain Badan Kehormatan,” ungkap Rangkuti ketika ditemui di kantornya.
Pernyataan itu mempertegas bahwa tidak ada mekanisme koordinasi yang efektif antara sekretariat DPRD dan Badan Kehormatan dalam menindak anggota dewan yang tidak disiplin.
Dampak pada Legitimasi dan Tata Kelola
Kehadiran anggota DPRD dalam sidang paripurna bukan sekadar formalitas, tetapi berkaitan langsung dengan fungsi legislatif, pengawasan, dan representasi rakyat. Ketika dua wakil rakyat dari satu fraksi absen secara berulang, proses pengambilan keputusan menjadi timpang dan dapat menghambat jalannya pemerintahan daerah.
“Ketidakhadiran anggota dewan, terutama yang berulang dan tanpa sanksi, adalah bentuk pembangkangan terhadap mandat rakyat,” ujar Dr. Lusi Yanti, pakar tata kelola pemerintahan dari Universitas Andalas.
Ia menambahkan bahwa DPRD Padang Pariaman berisiko kehilangan kepercayaan publik jika tidak segera menindak pelanggaran etik di internalnya. “Kalau tidak ada tindakan, artinya institusi ini tidak punya mekanisme korektif. Itu berbahaya bagi demokrasi lokal,” tegasnya.
Tuntutan Masyarakat Sipil
Ketua GPRI Sumatera Barat Zulnasri Tanjung dalam pernyataan resminya mendesak DPRD agar mengumumkan daftar kehadiran anggota secara transparan di situs web resmi. Mereka juga meminta BK segera melakukan sidang etik dan mempublikasikan hasilnya ke publik.
“Rakyat berhak tahu siapa wakilnya yang benar-benar bekerja, dan siapa yang hanya numpang nama. Jika dibiarkan, ini jadi preseden buruk untuk DPRD ke depan,” ujar Zulnasri, ketua GPRI Sumbar.
Mereka juga berencana melaporkan masalah ini ke DPP Partai Golkar jika tidak ada langkah konkret dalam satu bulan ke depan.
Arah DPRD Dipertaruhkan
Ketika anggota DPRD bisa mangkir dari tugas tanpa konsekuensi, maka sistem pengawasan internal tidak berjalan. Kondisi ini menandai lemahnya tata kelola legislatif lokal di Padang Pariaman. Publik kini menanti: apakah Badan Kehormatan akan bersikap tegas, atau justru ikut membiarkan pembiaran menjadi budaya?
Jika sanksi tidak juga dijatuhkan, maka yang absen bukan hanya dua anggota dewan, tetapi juga etika dan integritas lembaga perwakilan itu sendiri.(tim)