Sungai Sariak-Zonadinamikanews.com,- Polemik penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) di Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, memasuki babak baru. Korong Kampani tercatat sebagai wilayah dengan jumlah penerima PKH terbanyak dari total 15 korong yang ada. Kondisi ini memicu kecurigaan publik, terutama setelah terungkap bahwa pendamping PKH di Korong Kampani adalah istri dari Wali Korong sendiri.
Situasi ini memunculkan dugaan kuat adanya konflik kepentingan, bahkan penyalahgunaan kewenangan, dalam proses pengusulan data penerima bantuan sosial tersebut.
“Kalau pendamping PKH adalah istri dari wali korong, lalu kenapa tidak ada koordinasi dengan wali nagari? Ini mencurigakan. Harusnya ada transparansi. Jangan sampai bantuan rakyat dijadikan urusan keluarga,” tegas seorang tokoh masyarakat setempat.
Lebih lanjut, Wali Nagari Lurah Ampalu, Ais Syuria, mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pendataan. Ia menyebut bahwa data penerima sudah diterima dalam bentuk final dari tingkat atas, tanpa konsultasi atau musyawarah dengan pihak nagari.
“Kami tidak diberi tahu sebelumnya. Tahu-tahu data sudah turun. Kami juga heran kenapa Korong Kampani paling banyak menerima,” ujarnya kepada media.
Ketidakterlibatan pihak nagari menambah daftar kejanggalan dalam proses seleksi penerima PKH. Seharusnya, pendataan dilakukan secara musyawarah di tingkat korong dan diverifikasi di tingkat nagari untuk mencegah manipulasi serta memastikan asas keadilan.
Ketika dimintai klarifikasi, pendamping PKH yang juga merupakan istri Wali Korong Kampani, enggan memberikan keterangan. Ia hanya menyebut sedang mengikuti rapat dan meminta agar pertanyaan disampaikan langsung ke Dinas Sosial. Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Wali Korong Kampani bungkam dan belum memberikan tanggapan resmi.
Situasi ini mendapat sorotan tajam dari salah satu LSM lokal, yang menilai kasus ini bisa masuk dalam ranah pelanggaran etika pemerintahan nagari, bahkan mengarah pada indikasi nepotisme dan manipulasi data.
“Wali korong itu bagian dari struktur di bawah wali nagari. Jika pendamping PKH adalah istri wali korong, dan tidak ada pengawasan serta koordinasi, maka ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administratif dan etika jabatan. Jangan sampai bantuan sosial dimonopoli melalui jalur keluarga,” ujar perwakilan LSM tersebut.
Mereka mendesak agar Dinas Sosial dan Inspektorat Kabupaten Padang Pariaman segera turun tangan melakukan audit investigatif. Tidak hanya pada data penerima, tetapi juga pada proses pengusulan, validasi, hingga potensi rekayasa kepesertaan PKH.
Di tengah kondisi ini, desakan dari masyarakat terus menguat. Mereka menuntut agar seluruh data penerima PKH se-Nagari Lurah Ampalu dibuka secara transparan dan dilakukan verifikasi ulang secara kolektif, melibatkan seluruh unsur pemerintahan korong, tokoh masyarakat, dan lembaga independen.
“Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai bantuan untuk orang miskin justru dimanfaatkan oleh orang yang punya akses dan kuasa,” ungkap warga lainnya.
Kasus ini menjadi cermin buram penyaluran bantuan sosial, dan membuka pertanyaan lebih besar: berapa banyak lagi program bantuan yang diduga dijalankan tanpa kontrol, tanpa musyawarah, dan beraroma nepotisme?
(Rommy).











