LSM GPRI DPD Sumut Sorot Alokasi Dana Desa Lumban Barat Humbanghas, Terindikasi Kuat Mark Up Anggaran
SUMUT-Zonadinamikanews.com. Hendrik Togatorop selaku tim investigasi Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara Lembaga Swadaya Masyarakat Gempar Peduli Rakyat Indonesia (DPD Sumut LSM GPRI), kepada media ini menegaskan, bahwa Desa Lumban Barat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, mendapatkan dana APBN dalam program dana desa tahun 2023, yang di gelontorkan pada sejumlah kegiatan.
Kegiatan tersebut di antaranya, Penyelenggaraan PAUD/TK/TPA/TKA/TPQ/Madrasah Non Formal Milik Desa (Bantuan Honor Pengajar, Pakaian Seragam, Operasional, dst) Tahap 1 : Rp 36.000.000, Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader Posyandu) Tahap 1 : Rp 62.571.000 dan Tahap 2 : Rp 78.171.000.
Penyelenggaraan desa siaga kesehatan tahap 1 : Rp 19.380.000, tahap 2 : Rp 79.904.000, Penguatan Ketahanan Pangan Tingkat Desa (Lumbung Desa, dll) tahap 1 : Rp 169.200.000 dan tahap 2 : Rp 205.860.000, Penanggulangan bencana, keadaan darurat dan mendesak desa tahap 1 : Rp 73.800.000, tahap 2 : Rp. 110.700.000, Pengadaan, Pembangunan, Pemanfaatan dan Pemeliharaan sarana prasarana pemasaran Produk tahap 2 : Rp 288.043.000.
Lebih jauh Hendrik menambahkan, bahwa sesuai informasi yang mereka terima, bahwa alokasi dana desa tersebut, tidak terlepas dari dugaan penggelembungan anggaran.
“Kami dapat informasi, bahwa anggaran dana desa di sejumlah kegiatan tersebut terindikasi kuat telah terjadi mark up atau penggelembungan anggaran, maka dengan itu kami sudah berusaha melakukan klarifikasi kepada oknum kepala desa tersebut, baik melalui surat resmi dari lembaga, juga melalui konfirmasi whatsapp, tapi agaknya oknum kades tersebut, berusaha menghindar, jadi tidak menutup kemungkinan, temuan ini akan kami lanjutkan ke penegak hukum” tegas Hendrik.
Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) juga menegaskan, bahwa Korupsi sudah merambah ke pengelolaan dana desa. Dengan berbagai modus, seperti , mark up proyek. penggelapan., kegiatan atau program fiktif, pemotongan anggaran.
Menurut Hendrik, Ada beberapa faktor yang membuat para pelaku bisa begitu mudah menyelewengkan dana desa. Pertama, monopoli anggaran. Dominasi penyelenggara desa dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran desa masih sangat besar. Hanya mereka yang mengetahui rincian anggaran dan kegiatan. Akibatnya, walau mereka memanipulasi, mark up, mengubah spesifikasi barang, atau menyunat anggaran, tidak akan ada yang tahu dan protes.
Kedua, kemauan dan kemampuan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan dan pengawasan masih lemah. Banyak yang tidak tahu ada dana desa dan tujuan penggunaannya. Ada pula yang menganggap penyusunan dan pengawasan bukan urusan mereka. Kalaupun ada yang memiliki kemauan, hal itu tidak ditunjang oleh kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan ataupun pengawasan, seperti cara-cara menyusun anggaran dan mengawasi pelaksaan proyek.
Ketiga, tekanan struktur. Pelaku korupsi dana desa bukan hanya perangkat desa. Dalam beberapa kasus, perangkat kecamatan pun turut terlibat. Mereka biasanya menggunakan kewenangan memverifikasi anggaran, rencana pembangunan jangka menengah desa, dan laporan pertanggungjawaban untuk mendapat setoran atau tanda terima kasih dari penyelenggara desa.
Selain itu, ada pula kasus korupsi dana desa yang terjadi karena faktor teknis. Para penyelenggara desa tidak memiliki rencana melakukan penyelewengan.
Indikasi tersebut sangat rawan terjadi di sejumlah desa yang ada di Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, maka kami dari LSM GPRI DPD Sumut akan menginvestigasi semua dan kami akan lanjutkan ke penegak hukum, tegas Hendrik.
Kepala Desa Lumbat Barat saat di konfirmasi via pesan WhatsApp, hingga berita di turunkan belum mendapat tanggapan.(CIJES)