Papua Memanas,Ketum DPP BAPERA: Begini Cara Melihat Konflik di Papua
JAKARTA – Zonadinamikanews.com.Sekali lagi bukan untuk mengajari akan tetapi lebih mengingatkan mengelola negeri harus paham bela negara, mengerti Geopolitik dunia dan mempunyai tim pemikir kelas dunia yang solid. Kali ini saya akan bicara soal Papua, yang beberapa hari ini kembali memanas, ucap Fahd A Rafiq di Jakarta pada Sabtu, (29/4).
Ketua Umum DPP Bapera mengatakan, Gerakan Separatis bersenjata yang lagi marak ini Di karenakan menyerang Markas TNI dan Polisi. Sebelum membahasnya lebih jauh, maka yang harus dipahami terlebih dahulu adalah siapa pemain global disitu, siapa konco konconya dan apa kepentingannya. Itu saja dulu, terangnya.
Mantan Ketum PP – AMPG ini menambahkan, Pembicaraan sebelumnya pernah saya sampaikan di Baperanews.com dan bapera.or.id kita pernah mengingatkan mengenai Freeport dari kaca mata geopolitik. Karena jika melihat freeport hanya sekedar faktor ekonomi (cuan) saja akan berbeda dengan melihat freeport sebagai alat tekan politik, kaca mata geostrategi dunia dan dari fungsi humanitarian (sisi kemanusiaan).
Fahd menambahkan, “sekali lagi bukan untuk menghakimi apalagi menyalahkan, apapun yang kita lihat maka itulah yang jadi tindakan kita. Dan apapun tindakan kita akan mendapatkan akibat (Hukum tabur – tuai). Jadi, kesimpulan tentang kelompok separatis di Papua adalah akibat dari sebuah tindakan yang mungkin tidak di pikirkan dulu (dipikirkan hanya melihat dari beberapa perspektif bukan banyak sudut pandang) sehingga terjadi pemberontakan dan penyerangan bersenjata seperti saat ini”. Akibat dari apa?
Mantan Ketum DPP KNPI ini melanjutkan, “sebelum membahas tentang Papua lebih jauh saya akan rincikan terlebih dahulu. senjata Rifle (Laras panjang) yang dibawa para pemberontak sparatis yang ingin papua merdeka adalah AR 15 buatan Armalite. Ukuran peluru 5.56 mirip M16 buatan pabrik colt. Namun Ar 15 armalite bukan dari jenis senjatanya namun manufakturnya dan penjualannya yang bermarkas di Phoenix Arizona adalah data kunci menganalisa, pungkasnya.
Fahd melanjutkan, senjata apapun jenisnya mau pistol P1 pindad ataupun Rifle (senjata laras panjang) tidak sembarangan bisa ditembakkan, jadi perlu latihan dan pembiasaan, Ada hentakan (After effect) yang disebabkan semakin besar kaliber peluru, semakin besar hentakannya, terangnya.
Fahd terus melanjutkan ceritanya, Fakta selanjutnya mereka sangat mahir menggunakannya, artinya mereka ada yang melatih, semua itu tidak murah dan juga tidak cepat serta lama pembiasaan itu.
Dalam sebuah penangkapan di Filipina januari 2023 lalu oleh pemerintah setempat, ternyata dia adalah anggota separatis Papua. seorang pilot anggota Gobay dia membeli 10 pucuk senjata AR15 di Filipina, dan fakta lain juga ada, kita ketahui senjata lain yang masuk dari perbatasan Papua New Guinea (jalur tikus yang bercabang) dari asalnya yaitu kepulauan Bougenville. Ada pangkalan militernya Amerika di Bougenville dan terbesar di Asia Tenggara ada Filipina. Apakah itu kebetulan?, Terang beliau.
Kakak dari Fairuz A Rafiq menceritakan asal muasalnya terlebih dahulu, kita ke freeport sekarang yang sahamnya dimiliki Mc Moran markasnya di Arizona dan Phoenix adalah ibu kotanya. Dulu zaman freeport aktif mengawal adalah senator Arizona John Mc Cain (War Heronya Amerika), dimana Mc Moran adalah salah satu perusahaan penyumbang pajak besar di Arizona yang harus di kawal khusus tentunya, baik secara Soft power (politik) maupun Hard power (militer), terang nya.
AR 15 di Phoenix, Mc Moran pemegang saham freeport juga di Phoenix ada kesamaan ? Secara bisnis dengan Indonesia memang freeport ada kontrak yang mematuhinya selama 40 tahun dari 1967 ke 2017 yang bisa ditambah 20 tahun ke 2037, dimana secara pembukuan emas hasil olahan tembaganya feeport di hasilkan di Okinawa dan Rio Tinto Spanyol hal itu sudah di catat di kementrian keuangan Amerika hingga 2037.
“Ketika ada gerakan mengambil alih tambang tembaga Freeport dan mengolahnya akan di Indonesia maka ada ketidakseimbangan dalam neraca cadangan emas Amerika pastinya yang ini sangat tidak disukai Amerika, ini secara tidak langsung menantang hegemoni negeri Paman Sam”, ungkapnya.
Fahd mengingatkan, “analisa ini pernah kita ungkap sebelumnya. Dimana kita Indonesia akan menghadapi dua hal yaitu Terorisme berbasis Agama yang memang tombolnya di CIA dan kelompok separatis bersenjata yang juga tombolnya ada di Amerika.
Pastinya Amerika tidak akan konyol terang terangan pakai tentaranya atau operasi Intelijennya secara resmi. Perlu kita ketahui juga Wagner nya Putin yang bermarkas di Argentina dan beroperasi di Afrika dan saat ini memiliki 50.000 tentara di Ukraina, rusia itu berperang di Ukraina tidak pakai tentara warga Rusia, terbanyak adalah tentara bayaran, melalui Wagner group.
Demikian juga Amerika, negeri paman Sam punya Blackwater (private army) juga punya triple canopy yang berbasis di Portugal misalnya, bisa bisa saja mereka yang menjalankan misinya. Khusus untuk Papua kita harus mengerti Anatomi Musuh kita dan siapa yang memayunginya?
Di Permukaan dunia terlihat ramah, pejabat antar negara yang berperang saling sapa, saling jabat tangan, namun dibawahnya, shadow bayangan mereka saling Hujam, saling tusuk. Aslinya tidak sederhana memahami dunia Geostrategi kawasan dan hegemoni.
Jadi kita harus apa Lakukan loby, loby nya bukan hanya ke Amerika saja tapi ke Australia dan New Zealand kalau perlu, karena kapten Philip pilot susi Air yang disandera adalah warga negara New Zealand yang saat ini belum juga di bebaskan oleh Tentara Indonesia. Ditambah lagi mereka kelompok separatis bersenjata ini selama tahun 2023 ini menyerang terus dan sudah memakan puluhan korban tentara dan polisi Indonesia. Bayangkan, tentara terlatih (TNI) bisa diserang separatis. Apa kira kira mereka tidak ada yang melatih, membiayai dan strategi perangnya ? Perangnya Gerilya, Hit and Run, bersenjata berat, Siapa yang mengajarkan?
Disisi lain Fahd menyinggung soal Mengambil Freeport kalau dilihat secara Ekonomi terlihat benar, menggunakan cara hostile menekan secara kasar, mengalihkan dari Okinawa dan Rio Tinto membuat panas Hegemoni dan sekarang kita harus kuat menanggung akibatnya.
Hegemony memang harus dilawan agar Indonesia bisa berdaulat sesungguhnya, namun ada cara elegan yang lebih diplomatis, kita mendapatkan hak atas aset tersebut 100% bahkan Amerika tetap senang sehingga Papua tidak lepas. Hal ini adalah cara elegan yang saat ini pejabatnya belum pernah melakukan, jika melakukan langkah pragmatisme sederhana yang dibungkus narasi dan akibatnya sekarang berakibat tumpah darah berkepanjangan. Tentara dan Polisi jadi repot, rakyat Papua jadi gelisah.
Sahabatku seluruh Indonesia, jangan sampai anak cucuk kita nanti nyanyi lagu wajib dari Medan sampai Ambon berjajar pulau pulau dikarenakan Sabang dan meraukenya lepas.
Separatis itu baik yang berjuang secara Soft maupun Hard Power melakukan gerakan secara masif menjelang pemilu, karena pemerintah pusat sibuk urus urus politik dalam negeri. contoh lepasnya Sipandan dan Ligitan adalah masa masa akhir sebelum presiden SBY selesai dan Malaysia mengambil kesempatan itu dan duar menang dia klaim dua pulau itu. Sekali lagi hati hati melihat Papua jangan lengah, tutup Ketua Bidang Ormas DPP Partai Golkar.
(ASW)