Habiskan 14 Miliar Untuk Rehab Rumah Dinas, Bupati Padang Pariaman Ogah Menempati?
Padang Pariaman-Zonadinamikanews.com,- Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur,SE.,MM sejak dilantik pada Februari 2021 lalu hingga sekarang tidak menetap dan tinggal di rumah dinas yang disediakan. Hal ini tentunya sangat disayangkan, karena anggaran sebesar 14 Miliyar yang digunakan untuk rehabilitasi bangunan rumah dinas tersebut seperti terbuang sia-sia.
“Sebesar Rp 14 Milyar dana APBD Padang Pariaman sudah digunakan untuk Pandopo (rumah dinas), tapi malah tidak dihuni, dan di sia-siakan”. kata salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Seorang kepala daerah harus menempati rumah dinas yang disediakan dan jangan menjadikan rumah pribadi sebagai layaknya rumah dinas.
Dengan alasan apapun tidak menggunakan rumah dinas adalah tidak etik, apalagi memilih untuk tetap tinggal di rumah pribadi, kita khawatir ada keuntungan pribadi juga di dalamnya, anggaran untuk fasilitas kepala daerah kan tetap ada.
Menurut Pasal 6 ayat (1) PP 109/2000, kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan. Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada pemerintah daerah tanpa suatu kewajiban dari pemerintah daerah.
Penyimpangan Penghunian Rumah Jabatan Kepala Daerah, fasilitas rumah jabatan yang ditempati kepala daerah dan wakilnya sebagai pejabat negara merupakan rumah negara. Berpedoman pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (“PP 40/1994”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, rumah negara merupakan bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Pengadaan rumah negara dapat dilakukan dengan cara pembangunan, pembelian, tukar-menukar, tukar bangun atau hibah[22] yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara (“Perpres 11/2008”).
Selain itu, biaya sarana dan prasarana (rumah jabatan), sarana mobilitas (kendaraan dinas), dan biaya operasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”).
Dengan demikian, pemanfaatan rumah pribadi menjadi rumah jabatan dengan alasan tidak diadakannya anggaran untuk itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD. Selain itu, pengadaaan rumah jabatan juga seharusnya didahului dengan tata cara pengadaan rumah negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Perpres 11/2008. Dimana dalam hal ini, bupati/wali kota yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya untuk menaati peraturan perundang-undangan, karena menggunakan rumah pribadinya sebagai rumah jabatan tanpa memperhatikan ketentuan tata cara pengadaan rumah jabatan.
Penggunaan rumah pribadi yang menjadi rumah jabatan tersebut terbukti memberikan suatu keuntungan pribadi, maka kepala daerah yang bersangkutan dapat dikatakan melanggar larangan sebagai kepala daerah berupa membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi.
Perbuatan kepala daerah yang melanggar kewajiban dan larangan tersebut dapat menjadi alasan untuk kepala daerah diberhentikan dari jabatannya.(z)