SUMUT-Zonadinamikanews.com,- Pembangunan PLTA Pahae Julu Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, agaknya mulai menuai persolan, baik dari dugaan penyimpangan dan terindikasi korupsi, juga menimbulkan berbagai keluhan dari masyarakat petani, karena merasa di rugikan oleh oknum-oknum pelaksana di lapanga. Dan seiring berjalanya waktu aksi protes dari masyarakat kecamatan Pahae Julu/kabupaten Tapanuli Utara Sumut terus mengalir.
Selain aksi dari masyarakat, Pembangunan pemberdayaan sumberdaya air menjadi energi listrik di kecamatan pahae julu di duga tidak memiliki ijin, karena pihak perusahaan tidak mengikuti aturan peraturan yang ada.
Dugaan penyalagunaan dalam Pembangunan PLTA di kecamatan Pahae Julu, seperti menggunakan material batu ilegal, yakni dari lokasi Proyek langsung Dan di duga pihak perusahaan memonopoli hasil bumi masyarakat pahae julu sekitar area pembangunan.
Menurut sumber dan dokumen yang di dapatkan media ini, Direktur Utama PT. Sumatera Pembangkit Mandiri sudah dua kali diberikan Surat Permintaan Klarifikasi dari Polda Sumatera Utara Terkait penyelidikan dugaan Tindak Pidana “Wajib pajak atau pengusaha kena pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan atau tidak melaporkan dengan benar sehingga merugikankeuangan daerah” dan / atau Setiap Orang yang kerena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHPidana dan/atau Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang disempurnakan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama PT. Sumatera Pembangkit Mandiri (PT. SPM) yang beralamat di Desa Lumban Tonga Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatra Utara.
Disaat media langsung turun kelapangan” masyarakat sekitar yang bekerja senagai petani mengatakan puluhan hektar sawah petani tidak bisa untuk bercocok tanam lantaran air tidak bisa masuk ke lokasi sawah petani, masyarakat mintak kontraktor dan pemerintah lebih bertanggung jawab dan meperhatikan kami masyarakat kecil”ucapnya saat diwawancarai.
Menyesalkan aktifitas tersebut, di mana sudah pasti mengganggu ekosistem air. Atau keberlangsungan hidup ikan yang ada di aliran sungai Batang Toru tersebut dan juga merusak Lahan pertanian masyarakat. Pihak perusahaan semaunya mengalihkan aliran air sungai tanpa ada sosialisasi dengan masyarakat.
Banyak masyarakat mengeluh sedih areal pertaniannya rusak, Untuk pihak yang berkompeten di Kabupaten Tapanuli Utara enggan untuk monitoring seputar kegiatan perusahaan PLTA ini ,belum lagi masalah AMDAL nya di pertanyakan??? Apakah sudah di lakukan Penelitian khusus,akan dampak pembangunan PLTA ini? buat para oknum penegak hukum jangan coba-coba membekingi.
Menyikapi hal itu masyarakat di kecamatan Pahae Julu rata-rata menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian sebagian lahan masyarakat dan aset desa yang di pakai perusahaan di duga belum mendapat bayaran ganti rugi. Demi kelestarian lingkungan dan kehidupan ekosistem, untuk menampung demi pengembangan dan menindaklanjuti inspirasi masyarakat setempat.
Ganti rugi yang terkana lahan masyarakat yang belum dibayarkan perusahaan,pihak perusahaan berjanji akan membayar sesuai tuntutan masyarakat,asal masyarakat bersedia memberikan lahan mereka kepada perusahaan diganti untung. Akan tetapi Ganti rugi yamg diberikan bervariasi mulai Tanah masyarakat yang pertama menerima 80.000/meter masyarakat yang lain ada 350.000/meter, dan Rp. 1.000.000/meter disini jelas permainan kontraktor Sama Pejabat kampung PAHAE JULU.
Surat perjanjian dengan masyarakat sampai sekarang hanya ada janji tinggal janji, kontraktorpun sudah udh tidak ada lagi, dan sudah kabur. (TIM).