SUMUT-Zonadinamikanews.com.Tahun 2021 s/d tahun 2023, PTPN II telah memberikan Success Fee kepada advokat senilai Rp12.368.968.000 atas sembilan perkara.
Success Fee merupakan fee yang diberikan apabila tim advokat berhasil memenangkan perkara di tingkat peradilan mulai dari tingkat pertama sampai dengan tingkat MA.
Merujuk kepada dokumen PKSJKH besaran fee ditetapkan 2,5% di tingkat PN maupun PT dan maksimal 5% di tingkat MA dari nilai objek gugatan.
Success Fee hanya dapat dibayarkan apabila perkara tersebut dimenangkan dan menurut pertimbangan PTPN II wajar diberikan untuk advokat.
Persentase besaran yang diberikan bervariasi tergantung dari kemampuan perusahaan dan kesepakatan bersama antara PTPN II dengan tim advokat Nusantara II LCC.
Dalam pembayaran Success Fee tahun 2021 terdapat kelebihan bayar 4 tagihan/perkara senilai Rp8.271.191.768,56.
Ke-4 perkara tersebut merupakan perkara di tingkat Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Majelis Hakim dalam putusannya telah menuangkan nilai kerugian dari objek gugatan yang diperkarakan sebagai acuan dasar pemberian Success Fee.
Dan anehnya, Success Fee yang dibayarkan melebihi dari potensi kerugian objek gugatan sehingga nilainya dianggap tidak wajar apalagi perkara tersebut di tingkat peradilan TUN.
Pada dokumen pembayaran :
1. PP No 2.1/PP)182/II/202, luas objek gugatan 4.000.000 m2, potensi kerugian objek gugatan Rp158.192.000.000, Success Fee yang dibayarkan senilai Rp3.254.734.657,60 dan mengacu kepada luas objek gugatan seharusnya Success Fee yang dibayarkan senilai Rp3.006.648.000 dan terdapat kelebihan bayar senilai Rp259.086.857,60.
2. PP No 2.1/PP/343/ III/2021, luas objek gugatan 33.466, 25 m2, potensi kerugian objek gugatan senilai Rp1.433.259.088,75, Success Fee yang dibayarkan senilai Rp4.593.285.686,70 dan mengacu kepada luas objek gugatan seharusnya Success Fee yang dibayarkan senilai Rp.6.449.665,90 dan terdapat kelebihan bayar senilai Rp4.586.836.020,80
3. PP No 2.1/PP/389/III/2021, luas objek gugatan 14.279,00 m2, potensi kerugian objek gugatan senilai Rp564.705.892, Success Fee yang dibayarkan senilai Rp3.436.563.008 dan mengacu kepada luas objek gugatan seharusnya Success Fee yang dibayarkan senilai Rp11.294.117,84, dan terdapat kelebihan bayar senilai Rp3.425.268.890,16
Pada putusan ketiga perkara tersebut, PTPN II memposisikan diri sebagai terbanding/tergugat. Atas hal tersebut indikasi kerugian keuangan PTPN II senilai Rp8.271.191.768,56.
Padahal untuk beberapa perkara seperti perkara Nomor 51/Pdt.G/2020/PN-LBP, Jo 508/Pdt/2020/PT-Mdn, 122/Pdt.G/2020/PN-LBP, 230/Pdt.G/2020/PN-LBP, dan 10/Pdt.G/2020/PN-LBP Jo 46/Pdt/2021/PT-Mdn Jo 2425 K/Pdt/2022, dibayarkan sesuai dengan luasan yang diperkarakan dan bukan total luasan.
Dalam hal ini, sangat mengherankan adanya pembayaran Success Fee yang berkali-kali lipat nilainya dibandingkan luas lahan dan nilai kerugian yang ditetapkan oleh Majelis Hakim.
Tentu perlu ditelusuri lebih dalam lagi terkait penetapan Success fee advokat yang ditunjuk untuk menangani perkara tersebut dan dasar apa yang dipakai untuk menetapkan Success Fee yang dibayarkan. Diduga terjadi upaya kongkalikong antara oknum di PTPN IV dengan pihak Advokat.
Sementara sesuai aturan main untuk penanganan suatu perkara apalagi masalah perkara pertanahan sudah jelas diatur baik melalui aturan internal PTPN maupun Kementerian BUMN seperti SK Direksi Nomor Dir/Per/08/2020 tanggal 21 Juli 2020 tentang Pedoman PBJ, SOP Nomor SOP-KEU-012 tanggal 3 November 2020 tentang Pembayaran Kepada Pihak Ketiga atas Utang Usaha dan Utang Lain-lain di Kantor Direksi, dan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Koorporasi.
Penunjukan advokat juga perlu dipertanyakan. Ada indikasi penghunjukan kantor hukum tidak didukung kualifikasi administrasi dan penetapan Monthly Base tidak berdasar.
Soalnya masih banyak juga perkara yang mangkrak. Dan kenapa anggaran yang diluncurkan bisa kelebihan bayar, ada apa ini? Apalagi sekarang ini dalam penyelesaian pelepasan HGU PTPN II banyak kali menimbulkan masalah baik di lapangan maupun di administrasi.
Misalnya, ini sebagai contoh kasus yang terjadi pada pelepasan HGU PTPN II ke Pemkot Binjai, hingga sekarang masalahnya tak beres-beres. Padahal sudah ada pelepasan HGU kepada Pemkot Binjai dengan nilai ganti rugi berdasarkan nominatif Gubernur Sumatera Utara senilai Rp8,9 miliar. Tapi baru dibayar Rp4 miliar.
Tak tahu bagaimana kerjanya, dugaan kongkalikong untuk menghamburkan uang perusahaan terlihat jelas kepada oknum Advokat yang ditunjuk bersama menajemen perusahaan. Sekarang malah dibentuk tim baru untuk menangani perkara penyelesaian nominatif areal yang dikuasai masyarakat dan eks rumah dinas, namanya Satgas Task Force.(m)