Sekolah Yang Jual Buku LKS Dengan Dalih Apapun Itu Menyalahi Aturan
KARAWANG-Zonadinamika.new.com. Tahun ajaran baru di lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD,SMP dan SMA Negeri penerima dana bantuan operasional (BOS) masing-masingnya menggunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya hingga tidak jarang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.
Pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga mengatur Sistem Perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku” Ungkap Gunadi selaku Ketua LSM LSI DPD Karawang saat diwawancarai awak media dirumahnya (03/08/2023.
Buku pegangan siswa dari sekolah diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS) .”Buku yang disubsidi pemerintah tidak boleh dijual kepada siswa. Karena itu hak siswa.” jelasnya lagi.
Buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah .Siswa berhak membeli LKS ,namun tidak di sekolah. Orangtua siswa beli LKS di toko buku.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan. ”Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui Toko Buku dan atau sarana lain” jelasnya.
Gunadi menjelaskan “Permendiknas No 2 tahun 2008 tentang Perbukuan. Pasal (1) angka 10 “toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang lengkapnya berbunyi “Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir”.
Gandi Meminta seharusnya pihak sekolah Tingkatkan Kinerja Serta Buat Terobosan Yang Brilian di sekolah.
Dalam hal ini jika ditemukan ada tenaga pengajar atau guru di sekolahan yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa hal itu patut dipertanyakan karena tugas dan funsi seorang guru adalah mengajar dilembaga pendidikan,dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang buku”ungkapnya tegas.
Penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap ajaran baru, bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membeli karena banyak tugas yang diberikan lewat LKS tersebut.
Masih ada Sekolah yang melakukan penjualan buku LKS melalui Koperasi. Ragam dalih pun bermacam-macam, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.
Sebagaimana yang terjadi pada salah satu sekolah tingkat SDN dan SMP Negeri Kabupaten Karawang,secara terang pihak guru sekolah membagikan daftar harga buku LKS kepada siswa didik di sekolahan tersebut dan tidak tanggung tanggung harganya keseluruhan buku yang harus dibayar mencapai 150 ribu rupiah.hingga 180 ribu rupiah
salah satu orang tua murid menyampaikan kepada awak media ” anak saya 3 orang kesemuanya masih dalam usia belajar di sekolah negeri dan saya harus mengeluarkan biaya lebih dari Tiga juta lebih untuk beli buku LKS,Sumbangan Siswa,Seragam sekolah,demi kelangsungan belajar 3 anak kami, sedangkan penghasilan kami hanya buruh harian yang penghasilan tidak tetap”ungkap nya.
Dan semua itu belum termasuk biaya sekolah lainnya seperti biaya komite dan lain-lainnya,sedangkan untuk makan saja kami sudah susah.janji bapak presiden Jokowi mengatakan bahwa sekolah negeri gratis tapi faktanya masih ada biaya beli buku dan biaya lainnya,” ungkapnya dengan nada kesal
Menyoal adanya praktek jual beli LKS larangan tersebut di atur tegas dipasal 181a peraturan pemerintah (PP) nomer 17 tahun 201O tentang pengelolaan dan pendidikan
Jika sekolah hanya dapat membantu dalam penjualan buku LKS pada siswa pasti si penjual ( guru) tidak menutup kemungkinan mendapatkan untung dari penjualan yang sudah di tetapkan harganya dari penerbit.
Sebagai contoh harga satu buku LKS dari penerbit Rp.10 ribu namun di jual guru kepada siswa Rp.15 ribu berarti sang guru mendapatkan untung Rp.5 ribu / satu buku LKS jika siswa diharuskan membeli 10 buah buku berarti sang guru mendapatkan keuntungan Rp 50 ribu / siswa ,dan dapat di perkirakan dalam satu sekolah minimal SDN 100 siswa dan SMPN 400 siswa,maka dapat kita bayangkan berapa keuntungan dari pihak pendidik ,dan ini jelas- jelas perbuatan melanggar hukum.
Jual beli buku LKS yang dilakukan pihak sekolah merupakan maladministrasi,sebuah pelanggaran administrasi,dapat dikatagorikan sebagai tindakan perbuatan liar atau pungli yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya.
Sedangkan sanksi administrasi yang di maksud adalah dengan melakukan mutasi hingga pencopotan dari jabatan guru atau karyawan sekolah dan kewenangan,dan kewenangan ini menjadi tanggung jawab pimpinan sekolah.
Kalau itu sekolah pimpinan di atasnya berarti dinas pendidikan tentu dinas yang akan memberikan sanksi kepada para kepala sekolah yang melawan maladministrasi dan jelas apabila ada tenaga pendidik atau guru yang menjual buku LKS sekolah itu adalah pungli dapat di pidana para pelakunya.
( Dadang)