SUMUT-Zonadinamikanews.com. Jhon Feteri Girsang, ketua LSM Gempar Peduli Rakyat Indonesia (GPRI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Sumatera Utara, menjelaskan, bahwa hasil riset yang dilakukan Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) bahwa penyerapan dana BOS di sejumlah sekolah tidak luput dari dugaan praktek korupsi dengan berbagai modus operandi.
Seperti Penggelembungan Data Siswa. Salah satu modus paling umum, Oknum sekolah melaporkan jumlah siswa lebih banyak dari yang sebenarnya untuk mendapatkan alokasi dana BOS yang lebih besar. Pengadaan Fiktif. Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dibeli dengan dana BOS sering kali tidak benar-benar dilakukan. Barang-barang seperti buku, alat tulis, atau peralatan teknologi dicatat sebagai pembelian, tetapi barangnya tidak pernah ada.tegas Jhon Girsang.
Lebih jauh Jhon Girsang menambahkan, Pengurangan Jumlah Barang. Dalam modus ini, sekolah memang mengadakan barang, tetapi jumlahnya dikurangi dari yang dilaporkan, Mark-Up Harga. Harga barang dan jasa yang dibeli dengan dana BOS sering kali dinaikkan dari harga pasar yang sebenarnya. Keuntungan dari selisih harga ini kemudian dikantongi oleh oknum tertentu. Pemotongan Dana BOS oleh Dinas Pendidikan. Di beberapa daerah, terjadi praktik pemotongan dana BOS oleh oknum di Dinas Pendidikan sebelum dana tersebut sampai ke sekolah. Uang yang seharusnya diterima penuh oleh sekolah, berkurang karena praktik ini.
Laporan Keuangan Fiktif. sekolah kerap membuat laporan keuangan fiktif yang mencantumkan pengeluaran yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Hal ini dilakukan untuk menutupi penggunaan dana BOS untuk kepentingan pribadi. Dana BOS yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sekolah, seperti perbaikan fasilitas atau pembelian bahan ajar, digunakan untuk kepentingan pribadi oknum tertentu, seperti perjalanan dinas atau renovasi rumah pribadi.
Sekolah kerap mencairkan dana BOS dengan alasan akan mengadakan kegiatan tertentu, tetapi kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Dana yang sudah dicairkan kemudian digunakan untuk tujuan lain. Manipulasi Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS). RAPBS disusun dengan memasukkan kegiatan atau pembelian yang sebenarnya tidak diperlukan atau tidak pernah dilaksanakan. Dana BOS kemudian dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan tersebut dan akhirnya dikorupsi.
Sejumlah Sekolah kerap bekerja sama dengan penyedia barang atau jasa tertentu untuk memenangkan tender pengadaan barang yang dibiayai dengan dana BOS. Penyedia barang/jasa kemudian memberikan komisi kepada oknum sekolah dari keuntungan yang didapat.Modus ini juga diduga keras terjadi di SMPN 28 Medan yang di kepalai oleh Mardenggan Roni Simon Silaban sebagai kepala sekolah, ucap Jhon Girsang.
Dugaan mark up anggaran di SMPN 28 Medan, menurut data yang dapatkan media ini, sekolah ini mendapatkan dana BOS tahun 2023 tahap satu Rp 416.062.744 deng rincian pembiyaan pengembangan perpustakaan Rp 90.248.000, kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler Rp 20.878.000, kegiatan asesmen/evaluasi pembelajaran Rp 41.638.000, administrasi kegiatan sekolah Rp 32.781.576, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan Rp 4.600.000, langganan daya dan jasa Rp 34.678.314, pemeliharaan sarana dan prasarana Sekolah Rp 30.495.210, penyelenggaraan kegiatan kesehatan, gizi, dan kebersihan Rp 3.663.000, pembayaran honor Rp 155.500.000. Total Dana Rp 414.482.100
Tahap dua Rp 416.080.000 dengan rincian pembiyaan penerimaan Peserta Didik baru Rp 7.700.000, pengembangan perpustakaan Rp 78.860.000, kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler Rp 74.157.000, kegiatan asesmen/evaluasi pembelajaran Rp 7.450.000, administrasi kegiatan sekolah Rp 41.663.994, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan Rp 800.000, langganan daya dan jasa Rp 27.716.111, pemeliharaan sarana dan prasarana Sekolah Rp 25.658.984, penyelenggaraan kegiatan kesehatan, gizi, dan kebersihan Rp 2.000.000, pembayaran honor Rp 151.500.000. Total Dana Rp 417.506.089.
Media ini berusaha melakukan klarifikasi kepada Mardenggan Roni Simon Silaban sebagai kepala sekolah SMPN 28 Medan, Provinsi Sumatera Utara,melalui pesan WhatsApp tidak direpon, di telepon berulangkali, juga tidak di angkat (B)