Dzaky Korban Pihak SMKN 7 Surabaya, Larangan Gubernur Jatim Tidak Berlaku Pungli Komite Tetap Jalan?
JAWA TIMUR-Zonadinamikanews.com. Sebagai korban dugaan pungli, orang tua murid bernama Dzaky Ramadan siswa SMKN 7 Surabaya, merasa di permainkan oleh pihak sekolah, yang anaknya sudah di naik kelas ke kelas 12, kini di turunkan kembali ke kelas 11 dengan alasan yang tidak masuk akal, atau alasan yang di buat-buat oleh pihak sekolah.
Proses kenaikan kelas 12 sudah di penuhi oleh orang tua Dzaky Ramadan, seperti membayar uang atribut dan uang komite dengan total biaya Rp.245.000 dengan rincian Rp.100.000 uang komite satu bulan dan uang atribut 145.000.
Bahkan anaknya sudah sempat mengikuti pembelajaran di kelas 12, namun tiba-tiba anaknya di turunkan kembali ke kelas 11 dengan alasan tidak mengerjakan tugas sekolah.
Orang tua Dzaky Ramadan menceritakan, pernah di panggil pihak sekolah terkait anaknya yang tidak bisa naik kelas, namun setelah berunding, anaknya di naikkan dengan alasan naik kelas bersyarat. Adapun alasan pihak sekolah tidak menaikkan Dzaky ke kelas 12 dengan alasan banyak absen, dikatakan mencapai 21 hari selama kelas 11.
Namun orang tua Dzaky mengatakan, bahwa anaknya selama kelas 11 tidak masuk sekolah, bukan karena nakal atau mencoreng nama baik sekolah, namun anaknya tidak masuk sekolah, akibat sakit selama kurang lebih 3 minggu, dan saat itu ada surat keterangan sakit dari dokter dan obat-obatnya masi kami simpan, terang ortu Dzaky pada media ini.
Oleh karena itu, ortu Dzaky menilai, dimana rasa kemanusian pihak pendidik di SMKN 7 Surabaya, kemana surat izin sakit yang dulu kami kirimkan ke pihak sekolah, apakah pihak SMKN 7 Surabaya sengaja merusak masa depan anak kami, saat ini anak kami jadi tidak mau ke sekolah karena merasa di terzolimi oleh pihak sekolah.
Pungli memang telah menjadi momok di dalam dunia pendidikan. Umumnya ini terjadi pada tahun ajaran baru ketika proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan baru dimulai. Komite sekolah adalah paling depan di pakai pihak sekolah untuk upaya menarik dana dari para orang tua murid, bagaimana tekniknya seakan di serahkan pada komite itu sendiri.
Dari sinilah muncul inisiatif untuk menggalang dana pendidikan dari orang tua murid. Namun pungutan ini seharusnya tidaklah bersifat memaksa. Karena berdasar pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, komite hanya diberikan kewenangan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Inilah aturan yang menjadi patokan bahwa penggalangan dana dengan sistem pemungutan tidak boleh dijalankan karena memiliki sifat memaksa. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Namun yang terjadi di SMKN 7 Surabaya, Jawa Timur, bahwa uang komite tersebut bukan lagi sumbangan yang bersifat sukarela, pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat yang di lakukan pihak SMKN 7 Surabaya.
Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa dengan tegas mengeluarkan larangan bagi komite sekolah dan kepala sekolah untuk menarik sumbangan atau pungutan liar (pungli) di luar ketentuan yang berlaku. Khofifah menekankan pentingnya setiap sumbangan atau pungutan harus dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dan bersifat sukarela.
Bahkan melalui pakta integritas ini, jelas Khofifah, pihak-pihak terkait harus sepaham bahwa pungutan yang dilakukan oleh komite atau sekolah tidak boleh memaksa atau mewajibkan.
Faktanya, penegasan oleh gubernur jawa timur tersebut, agaknya tidak berlaku bagi oknum-oknum pendidik di SMKN 7 Surabaya, para orang tua murid mengaku, bahwa mereka langsung mendapatkan berupa surat pernyataan yang di desain sedemikian rupa oleh komite sekolah tentang tanggung jawab orang tua dalam membantu program komite, dengan setiap siswa wajib bayar uang komite Rp.100.000 setiap bulan, serta pembayaran atribut sekolah untuk kelas 12, sehingga orang tua wajib membayar sebesar Rp.245.000. (tim)