TAPUT-Zonadinamikanews.com,-Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pahae Julu di Kabupaten Tapanuli Utara menuai sorotan. Proyek yang dikerjakan oleh PT Pembangkit Sumatera Mandiri (PT SPM) diduga belum mengantongi izin resmi, termasuk Perjanjian Jual Beli Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk material yang digunakan dalam proses pembangunan.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh media ini, pihak pejabat pelaksana pengadaan IPP PLTA Sumatera telah memberikan surat penolakan kepada PT Pembangkit Sumatera Mandiri. Surat tersebut ditandatangani oleh Nico Samuel Saroinsong, yang menegaskan bahwa proyek tersebut belum memenuhi persyaratan yang berlaku.
Kadis DPMPTSP Provinsi Sumatera Utara Faisal Arif Nasution saat dikonfirmasi oleh media ini, Selasa 11 februari 2025 mengatakan, “kami tidak mengeluarkan izin bangunan atau izin apa pun kepada PT Sumatera Pembangkit Mandiri, terkait perizinan PLTA tersebut adalah kewenangan wilayah Kabupaten bukan Provinsi”, ujarnya.
Selain permasalahan izin, muncul informasi bahwa PT Pembangkit Sumatera Mandiri diduga telah menyerahkan sejumlah uang sebesar 1 juta USD atau setara dengan Rp16 miliar kepada seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) berinisial MD di Sumatera Barat. Dana tersebut dikabarkan diberikan dengan tujuan memperlancar proses perizinan PLTA Pahae Julu. Namun, hingga saat ini, izin yang dijanjikan tak kunjung diterbitkan.
Kuasa hukum PT Pembangkit Sumatera Mandiri kini meminta MD untuk mengembalikan dana tersebut. Permasalahan ini menambah daftar panjang sengkarut perizinan proyek pembangunan PLTA, di mana dugaan praktik ilegal dan penyalahgunaan wewenang menghantam pembangunan tersebut.
Sementara itu, MD saat dikonfirmasi membantah tuduhan telah menerima uang tersebut, “proyek pembangunan PLTA itu berada di Sumatera Utara, sedangkan saya berdinas di Sumatera Barat, jadi tidak mungkin lah itu”, ujarnya singkat.
Seperti diketahui sebelumnya Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pahae Julu di Kabupaten Tapanuli Utara menuai kontroversi besar. Diduga tanpa mengantongi izin resmi, termasuk Perjanjian Jual Beli Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) serta Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk material yang digunakan dalam proses pembangunan.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum dituntut keseriusannya untuk menindaklanjuti masalah tersebut dan segera meruntuhkan bangunan yang telah dibangun tanpa izin tersebut. Langkah ini diambil untuk menegakkan hukum serta memastikan bahwa proyek pembangunan infrastruktur berjalan sesuai dengan regulasi.
(TIM)