Yan Pieter Panjaitan, SH : Oknum Pengadilan Negeri Jaktim Diduga Lecehkan Keputusan MA Untuk Upaya Paksa Eksekusi Gereja
JAKARTA-Zonadinamikanews.com. Oknum penegak hukum dari pengadilan negeri Jakarta timur, diduga keras berusaha melecehkan keputusan Mahkamah Agung, dan juga ingin mengandalkan surat permohonan, sehingga berusaha mau mengeksekusi bangunan gereja pentakosta di jatinegara. Atas tindakan yang bisa mencederai hukum ini, maka Yan Pieter Panjaitan, SH selaku kuasa hukum dari gereja tersebut terus melakukan perlawanan untuk upaya penegakan hukum terhadap klienya bernama Stepanus Mualim yang menguasai tanah dan bangunan gedung gereja, yang merupakan Ahli waris Tan Wang Kie yang berlokasi di Jln. Raya Jatinegara No. 8 Balimester Jakarta Timur, atau berlokasi di Sebelah Barat/ Depan : Jl. Raya Jatinegara Timur. Sebelah Utara/ Kanan : Tembok Pembatas/Rs Premier Jatinegara : Sebelah Selatan/ Kiri : Tembok Pembatas/ Optik Nusantara. Sebelah Timur/ Belakang : Tembok Pembatas/ Rs Premier Jatinegara.
Dalam kasus ini, dirinya mencium adanya permainan kotor oleh oknum dengan cara melibatkan oknum-oknum penegak hukum dari pengadilan negeri Jakarta Timur, untuk melancarkan upaya eksekusi secara brutal dan melanggar hukum.
“Ya kita tetap akan melakukan pembelaan secara hukum terhadap pihak gereja pentakosta, yang mengklaim bahwa tanah dan bangunan gereja Pentakosta adalah obyek sita, klien saya merasa dan berdasarkan bukti-bukti, bahwa tanah dan bangunan gedung gereja tersebut tidak ada masalah dan tidak termasuk obyek sita PN Jakarta timur, bila tetap dilakukan pembongkaran, kami sebagai kuasa hukum tidak menutup kemungkinan akan membuat laporan balik pada penegak hukum” tegas Yan Pieter Panjaitan, SH selaku kuasa hukum dari Tan Wang Kie sebagai ahli waris pemilik tanah dan bangunan gereja Pentakosta Jatinegara di hadapan sejumlah media.
Seraya menegaskan, ada oknum dari gereja Isa Almasih yang ingin mengusai lahan tersebut, dan untuk memuluskan niat tersebut, patut diduga, pinjam tangan pada sejumlah oknum di Pengadilan Negeri Jakarta timur, sebab perkara perdata yang sudah bergulir dari tahun-tahun lalu, bahwa tanah dan bangunan gereja tersebut tidak ada dalam gugatan, hanya sebatas permohonan, bila hanya permohonan, mana bisa dilakukan eksekusi fisik.
“Saya menduga keras ada campur tangan sejumlah oknum dan kongkalikong antara oknum dari gereja Isa Almasih dengan oknum pihak pengadilan untuk melakukan eksekusi paksa yang bertentangan dengan keputusan mahkamah agung, sebab malam putusan mahkamah agung dengan tegas mengatakan, menegaskan tidak boleh melakukan pengosongan persil dan menggunakan dokumen palsu, karena memang ada dokumen palsu yang di pakai oleh penggugat”.
Kenapa kuat indikasi ada permainan kotor dalam kasus ini, Yan Pieter Panjaitan, SH mengatakan, bahwa dalam perkara nomor 239/ Pdt G/ 2017/ PNJkt tim , penetapan eksekusi terhadap pihak Gereja Pentakosta, padahal gereja tersebut tidak termasuk sebagai tergugat, Juga Stepanus Mualim yang menguasai tanah, yang merupakan ahli waris dari Tan Wang Kie yang beberapa tahun silam membangun gereja, juga tidak sebagai tergugat, Tetapi kenapa mau ikut di eksekusi? kan aneh?
Dalam dokumen gugatan tertera dengan jelas, yang tergugat adalah Johannes De Fretes, Immanuel Fretes, Faulus Efendi dan Yayasan pendidikan berkat, tidak ada nama Stepanus Mualim yang menguasai tanah sebagai ahli waris dari Tan Wang Kie sebagai pendiri gereja Pentakosta saat.
Lebih jauh Yan Pieter Panjaitan, SH menambahkan, dalam perkara nomor 239 tersebut, Pihak Gereja Isa Almasih telah menggunakan akte Jual beli nomor 17 tahun 1972 tertanggal Djumat 2 Djuni 1972 di hadapan notaris Soetrono Prawiroatmodjo itu Palsu. Karena yang menjual bukan si pemilik tanah ( ny Ruth cs ) melainkan Satiaan Boll asisten pengacara. Ironisnya, pihak BPN mengakui akte palsu tersebut namun tidak mempermasalahkan sehingga nekat mengubah nama pemilik di HGB, nah disini juga kami duga ada permainan kotor oleh oknum BPN, mungkin sudah menerima sesuatu sehingga nekat mengubah HGB tersebut, terang Yan Pieter.
Putusan Mahkamah Agung tahun 1977 jelas membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan putusan Pengadilan Negeri dan jual beli belum syah, dan bila ingin melakukan pengosongan persil yang menyangkut pihak ketiga, namun harus dilakukan gugatan kepada pihak ketiga dulu ( gereja dan yayasan ) karena tidak terlibat dalam perjanjian jual beli, antara pemilik tanah ( ny Ruth cs ) dan pihak Gereja Isa Almasih.
Lebih aneh lagi, surat PERMOHONAN Pihak gereja Isa Almasih dan bukan GUGATAN, mau dijadikan penggugat dan PN Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melakukan eksekusi, secara hukum, surat permohonan tidak bisa menjadi dasar peralihan hak dari pihak ketiga ( gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1951 karena tidak ikut dijual ) dan yayasan yang ada sekolahnya ( tidak ikut dijual ) tapi yang dijual adalah di sebelahnya, yang dikuasai oleh keluarga oknum tentara eks PKI. Ujar Yan Pieter Panjaitan, SH.
Perlu juga kami jelaskan, dulu Tan Wang Kie dengan rasa tidak curiga dan ingin membantu, lalu meminjamkan HGB pada Pdt JB, namun oleh JB dimanfaatkan situasi tersebut mengubah HGB ke BPN dengan dalih putusan pengadilan negeri Jakarta utara/ timur tahun 1972, padahal saat itu masih proses banding dan kasasi, dan pada akhirnya di tahun 1977 MA membatalkan atas putusan PN Jakarta timur, dan menghukum sejumlah pihak, termasuk BPN di denda saat itu.
Seiring berjalanya waktu, pada tahun 1980 HGB 211 tersebut habis masa berlakunya dan berubah menjadi tanah Negara, dan anak Pdt JB, lagi-lagi membuat HGB palsu, dengan merekayasa pengumuman di koran, bahwa buku tanah dll hilang dan diminta dibuat HGB baru dengan dasar perdamaian dengan salah satu ahli waris, Lalu dijual lah tanah tersebut seluas 1600 m2 kepada PT Affinity sebesar Rp. 40 M, namun posisi Gereja dan bangunan Stepanus tetap ada. tambah Yan Pieter.
Atas perbuatan anak Pdt JB yang memalsukan akte jual beli, maka pihak Gereja Isa Almasih menuntut anaknya pdt JB yakni JH, karena tanah yang dijual itu adalah milik Gereja Isa Almasih. Dalam tuntutan tersebut pihak Gereja Isa Almasih menang di pengadilan dan tanah seluas 1600m2, bahwa penjualan tanah 1600 m2 oleh anak Pdt JB yakni JH menggunakan akte jual beli Palsu dan HGB Palsu. Terang Yan Pieter Panjaitan, SH.
Timbul pertanyaan, kenapa saat mau eksekusi Gereja Pentakosta dan bangunan milik ahli waris Tan Wang Kie ikut mau di eksekusi? hanya berdasar permohonan oleh pihak GEREJA ISA ALMASIH melalui pengacaranya Palmer Situmorang & partners tanpa menggugat pihak yang dieksekusi? Tegas Yan Pieter Panjaitan ,SH dari YAN PP & PARTNERS dengan nada tanya.
Kami menduga keras, dalam Kasus ini telah mempertontonkan atau telah terjadi PERSEKUSI Oleh pihak Gereja Isa Almasih terhadap Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) Jatinegara dengan meminjam Lembaga Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan melibatkan oknum-oknum mafia hukum dan mafia tanah. Ini Jelas-jelas ada perbuatan yang melawan hukum yang di lancarkan oleh oknum pengadilan negeri Jakarta timur, dan nekat melawan putusan Mahkamah Agung yang menegaskan tidak boleh melakukan pengosongan persil karena menggunakan dokumen palsu yang juga diakui oknum BPN. Ungkap Yan Pieter Panjaitan, SH. (B)