Oknum SMAN 2 Sungai Limau Embat Zakat Baznas Untuk Siswa kurang Mampu? dan Ada Pungli
Padang Pariaman-Zonadinamikanews.com,-
Dugaan Pungli (pungutan liar) yang dimanfaatkan oleh Oknum, untuk mengeruk keuntungan secara pribadi atau persekutuan.
Seharusnya, Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah (Sekolah Negeri) tidak diperbolehkan melakukan pungutan terhadap wali murid. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar. Dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri tersebut di atas dijelaskan larangan dilakukannya pungutan jenis apapun di sekolah Negeri saat lulus atau pun penerimaan siswa baru (PSB), mulai dari tingkat SD, SMP dan SLTA sederajat.
Sudah jelas-jelas didalam undang-undang serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada satuan dasar bahwa jelas dilarang melakukan pungutan jenis apapun di Sekolah Negeri saat lulus ataupun penerimaan murid baru, mulai tingkat SD sampai SMA. Akan tetapi masih banyak oknum kepala sekolah yang melanggar undang-undang dan peraturan yang berlaku saat ini.
Sementara di SMAN 2 Sungai Limau melakukan pungutan berkedok uang komite dan sifatnya wajib bayar. Namun, sikap kepala sekolah yang tidak bersahabat kepada awak media ketika dilakukan konfirmasi terhadap dugaan tersebut, ia malah mengelak diwawancarai, dan mengalihkan kepada Wakil Kepala Sekolah Helmi dan Kepala TU bernama Mustapa.
Wartawan yang mempertanyakan tentang pungutan itu dibenarkan pihak sekolah. Kepala TU membenarkannya, pungutan dengan nilai bervariasi.
Kata Mustafa, untuk kelas 10 dibebankan membayar Rp 750.000/tahun, sedangkan untuk kelas 11 dan 12 dipungut iuran Rp 650.000/tahun. “Tapi ini tidak wajib, maksudnya tidak membayar tidak disangkutkan dengan ujian dan pengambilan ijazah,” sangkalnya.
Mirisnya,perlakuan oknum pendidik terhadap wartawan tidak mencerminkan perilaku seorang pendidik, begitu juga dengan wakil kepala sekolah Helmi, dengan penuh emosi melayani media yang di perankan oleh Helmi dengan nada tinggi membantah pemaksaan iuran sekolah itu.
“Kami di sekolah tidak pernah memaksakan yuran itu. Pihak sekolah tidak pernah memaksakan yuran itu,” timpal Helmi penuh emosi.
Tentu saja keterangan yang disangkal pihak sekolah SMAN 2 Sungai Limau tadi berbeda dengan temuan wartawan di lapangan. Pasalnya, beberapa orang tua murid mengatakan, kalau anak-anak mau ujian harus dipaksa dan wajib membayar yuran terlebih dulu. “Bagi orangtua murid yang belum membayar, ijazah tidak bisa diambil,” sebut salah satu orangtua murid pada wartawan.
Tak hanya demikian, kenyataan di lapangan yang ditemui, tak hanya masalah SPP tahunan saja. Bahkan lebih otoriternya lagi, dana bantuan untuk murid kurang mampu yang pernah disalurkan Baznas juga tidak bisa dicairkan oleh siswa penerima sebagai mustahik. Hal itulah yang membuat para orangtua murid mengeluh kepada wartawan media.
Orangtua murid yang notabene adalah warga tidak mampu itu mengadukan nasibnya pada media. Dia mengeluhkan keadaan anaknya, ia merasa apa yang menjadi haknya sebagai mustahik penerima zakat Baznas tidak dapat dicairkan. Padahal waktu itu, kata orangtua murid, ketika anaknya menerima bantuan Baznas tersebut, dirinya sedang mendapat musibah.
“Padahal saat itu saya habis kecelakaan, Buk. Saya hanya meminta yang seharusnya menjadi hak anak. Dan itu pun juga untuk kebutuhan anak saya sekolah,” kisahnya mengulas.
Cidera patah paha yang dialami ibu dari 4 anak ini akibat kecelakaan bermotor, mengakibatkan dirinya tidak bisa mencari nafkah lagi untuk menghidupi anak-anaknya. Sebut saja namanya M. Janda yang terpaksa menafkahi 4 orang anaknya seorang diri, karena suaminya yang sudah meninggal dunia.
Ironisnya lagi, M hanya memohon agar bantuan Baznas yang didapatkan atas nama anaknya itu untuk membeli sepatu sekolah. “Saya hanya minta seratus ribu dari bantuan Baznas yang Rp 1 juta itu buat beli sepatu anak saya, tapi apa jawaban Helmi Wakasek itu, kalau uang itu tidak bisa diganggu,” kenangnya miris.
Padahal SMAN 2 Sungai Limau, selain mendapatkan sejumlah bantuan dana zakat dari Baznas Provinsi Sumatera Barat untuk biaya kebutuhan anak didik, tabiat pihak sekolah untuk tidak menyalurkan bantuan Baznas itu kepada murid yang berekonomi susah seperti yang diutarakan M selaku orangtua murid, disinyalir tidak berprikemanusiaan.
Sebab apapun alasan pihak sekolah SMAN 2 Sungai Limau tidak dapat diterima nalar yang sehat, karena sejauh ini pemerintah sudah mengalokasikan dana BOS Reguler dan dana BOS Kinerja, untuk kebutuhan sekolah lainnya, yang bisa digunakan untuk pembayaran SPP tahunan tersebut.
Lain lagi dengan keterangan yang diberikan Ketua Komite Sekolah Drs.Lukman Syam,BA ia menyebutkan jika iuran tahunan yang dibebankan kepada siswa sebanyak Rp 750.000 untuk kelas X dan Rp 650.000 untuk kelas XI dan XII adalah uang komite, bukan uang SPP seperti yang diucapkan Wakasek Helmi dan Kepala TU Mustapa.
Dengan adanya temuan mengenai penyalahgunaan anggaran dana Baznas dan Pungutan uang Komite di SMAN 2 Sungai Limau “Masyarakat meminta pihak penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut. ”Ini menyangkut moral obligation kita untuk mendukung pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa dalam upaya guna menyiapkan generasi bangsa yang berkualitas”. Ungkap tokoh masyarakat yang tidak ingin disebutkan namanya. (z)