Selamat Datang di Website Kami, Hadir Untuk Mengungkap Fakta Dalam Berita, Terbuka Untuk Menerima Pengaduan Hub Kami di WA:0858 8835 9460

Kuasa Hukum Jubeleum dan Berto Laporkan Kasat Reskrim Polres Toba ke Propam Polri

JAKARTA – Zonadinamikanews.com. Diduga melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan kriminalisasi, Anggota Penyidik POLRES Toba, Polda Sumatera Utara dilaporkan Advokat TIM PEMBELA KEADILAN ke Kepala Divisi Propam Polri, di Jakarta.

Salah satu Advokat TIM PEMBELA KEADILAN Dr Fernando Silalahi ST SH MH CLA mengemukakan, tujuh (7) anggota Polres Toba yang dilaporkan diantaranya, Kasat Reskrim Polres Toba AKP Wilso Panjaitan, dan penyidik Zulkifli, Fridoroni Sitorus, Lauren Pasaribu, Lucky Pasaribu, Manto S.Siagian, dan Anggota Polsek Silaen Polres Toba Betman Panjaitan.

“Diduga telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi POLRI dan mengkriminalisasi Jubeleum Panjaitan dan Berto Pengadilan Sinaga, dalam penetapan Tersangka Pasal 170 jo 351 KUHP sebagaimana tertuang dalam Laporan Polisi (LP) : B/156/IV/2024/SPKT/POLRES TOBA/POLDA SUMUT tertanggal 15 April 2024 di Polres Toba,”kata Fernado, yang juga dosen Program Magister Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini dalam keterangan persnya,Selasa (30/07/2024).

Fernando mengemukakan, telah melaporkan Kasat Reskrim Polres Topa, Polda Sumatera Utara itu, ke Divisi Mabes Polri, pada Selasa (24/7/2024) lalu.

Menurutnya, kliennya ditetapkan tersangka,yakni Jubeleum Panjatan dan Berto Pengadilan Sinaga, selanjutnya ditahan oleh Penyidik di Polres Toba sejak tanggal 5 Juli 2024 berdasarkan Surat Perintah Penahanan No. SP. an/72/VII/2024 Reskrim dan No. SP. Han/73/VII/202, tertanggal 4 Juli 2024 atas sangkaan melanggar pasal 170 jo 351 KUHP yang mengakibatkan matinya korban Dollar Hutajulu.

“Bahwa pada tanggal 15 April 2024, Kasat Rekrim Polres AKP. Toba Wilson Panjaitan beserta 3 anggota POLRI dari Polres Toba membawa paksa saksi Berto Pengadilan Sinaga dari jalan saat pergi dengan istri dan anak-anaknya secara paksa, sementara saksi Jubeleum Panjaitan dibawa paksa dari rumahnya di Desa Pintubatu dan diperiksa dari pukul 21 00 WIB sampai pukul 3:00 dini hari di Unit Pidum Polres Toba, tanpa surat perintah penangkapan atau membawa saksi-saksi ke Polres Toba, dalam hari yang sama LP dibuat tanggal 15 April 2024, saksi-saksi belum pernah diperiksa sebelumnya, hal mana kami anggap sebagai tindakan penculikan atau perampasan kemerdekaan klien yang bertentangan dengan KUHAP dan PERKAP No. 16 tahun 2019, sebab klien kami tidak tertangkap tangan, sehingga tindakan yang harus dilakukan oleh penyidik adalah pemanggilan sebagai saksi, dan bukan penculikan,” ujar Fernado Silalahi.

Dia mengatakan bahwa pernyataannya itu dilengkapi dengan bukti foto copy surat pernyataan membawa paksa Berto Pengadilan Sinaga dan Jubeleum Panjaitan serta surat pernyataan dari istri masing-masing.

Lebih jauh Fernando mengungkapkan bahwa pada saat saksi-saksi ini diperiksa, penyidik Fridoroni Sitorus mengatakan kepada saksi-saksi: “Kalau begini maka kami harus Periksa Betman Panjaitan”, ujar Fernando menirukan penyataan seorang anggota POLRI di Polsek Silaen yang disampaikan saksi kepadanya.

Sementara Advokat lainnya, Nelson Simanjutak SH MH menimpali dan menuding teradu Frisodori Sitorus itu diduga menjadi pembisik yang membelokkan perkara atau memberikan informasi yang tidak benar kepada pihak keluarga korban. “Sesuai hasil assessment UGD RSUD Porsea bahwa korban meninggal dunia adalah akibat minum racun. Dan juga ditegaskan bahwa pada tubuh korban tidak ada ditemukan bekas penganiayaan. Hal mana kami anggap ini sebagai permainan antara Betman Panjaitan selaku Teradu,” tambah Nelson.

Menurut Nelson, perkataannya itu diserta bukti foto copy surat pernyataan dari Unit Gawat darurat RSUD Porsea, Kab Toba, SUMUT yang diserahkan Bersama pengaduannya.

Selain itu ungkapnya, teradu Fridoni Sitorus, saat melakukan pemeriksaan saksi-saksi mengatakan ucapan verbal yang sangat tidak manusiawai sebagai berikut: “aku congkel nanti matamu, Baba Ni Amam (Mulut Bapakmu)”, ucapan itu kami anggap sebagai tindakan yang sangat tidak manusiawi dan sangat tidak layak dilakukan oleh seorang anggota POLRI/Penyidik kepada saksi-saksi.

Sementara Advokat lainya, Dr. Manotar Tampubolon SH MA MH berkata bahwa sebanyak 14 (empat belas) saksi-saksi dari Desa Pintubatu, sekitar TKP yang diperiksa penyidik Polres Toba sudah membuat surat pernyataan bahwa Jubeleum Panjaitan dan Berto Pengadilan Sinaga tidak ada melakukan penganiayaan, dan saksi-saksi mengetahui korban meninggal akibat minum racun Gromoxon Herbiside dirumahnya di Desa Pintubatu, Kec. Silaen.

“Empat belas saksi itu membuat surat pernyataan,” tegas Manotar Tampubolon.

Lebih jauh Dr. Manotar Tampubolon mengungkapkan bahwa berdasarkan assesmen Unit Gawat darurat RSUD Porsea dan ditambah keterangan saks-saksi sama sekali tidak ada menunjukkan korban (Dollar Hutajulu) meninggal akibat penganiayaan, akan tetapi diduga kuat akibat minum racun Gromoxon Herbiside.

“Kita juga mencurigai upaya otopsi korban (Dollar Hutajulu) yang dilakukan teradu, karena dilakukan tidak sepengetahuan istrinya. Bahkan istrinya dilarang ikut untuk otopsi dan mendapat ancaman, dengan perkataan akan ikut dituntut akibat kematian suaminya jika ikut otopsi,” ungkap Advokat Dr. Manotar Tampubolon.

Dia juga menyampaikan bahkan otopsinyapun belum jelas sampai saat ini, apakah korban Dollar Huta Julu meninggal akibat penganiayaan atau minum racun.

Advokat Jefferson Hutagalung, S.H.MH, juga menyampaikan kejanggalan seperti saat dilakukan Pra-Rekonstruksi di TKP Lapangan SD Negeri Pintubatu (lapangan terbuka untuk umum), dimana sebagian saksi tidak dihadirkan dan sama sekali tidak ada adegan penganiayaan selama pra konstruksi diperagakan, tanggal 27 Juni 2024.

“Artinya jika pra rekontruksi tidak ada adegan penganiayaan bagaimana penyidik membuat kesimpulan bahwa korban meninggal dunia adalah akibat dianiaya? Selain itu penyidik juga diduga menyembunyikan saksi-saksi kunci yang tidak dihadirkan pada saat pra rekontruksi. Tidak mungkin penyidik mencocokan keterangan para saksi sebab ada beberapa saksi kunci tidak dihadirkan oleh penyidik,” tegas Advokat Jeferson.

Dia menegaskan ada bukti video pada saat pra rekonstruksi dilakukan di lapangan terbuka SDN Pintubatu, Kec. Silaen, Kab. Toba, Sumut.

“Bahwa ada 2 orang saksi-saksi (anak) dekat TKP/rumah korban Dollar Hutajulu yang melihat korban Dollar Hutajulu meminum racun dirumahnya. Bahkan beberapa saksi itu menolong korban selama di RSUD Porsea, memberikan susu untuk menangkal racun yang diduga diminum korban, membersihkan tubuh korban, memakaikan pakaian korban, seluruh saksi mengetahui bahwa tidak ada bekas penganiayaan ditubuh korban,” pungkas Advokat Senior itu.

Apa yang disampaikan Advokat Jeferson juga ditambahkan Advokat Evanungsih Aminullah, S.H mengenai bantal yang dipakai korban dirumah sakit juga tidak disita penyidik. Bantal itu tidak ternoda, bersih, tidak ada bercak darah. “Jika mengacu pada perbuatan penganiayaan pasti ada bejolan dan luka baik itu luka besar maupun luka kecil pastinya ada darah. Sehingga kalau kepala korban bocor, luka-luka maka logikanya bantal yang digunakan oleh korban dipastikan akan ada bercak darah. Itulah yang mendukung hasil assesment Unit Gawat darurat RSUD Porsea bahwa korban meninggal akibat minum racun, bukan karena penganiayaan,” ungkap Advokat Evanungsih Amirullah SH.

Oleh karena itulah para Advokat itu berkesimpulan bahwa kliennya, Jubeleum Panjaitan dan Berto Pengadilan Sinaga adalah Korbar kriminalisasi.

“Kami menduga keras, bahwa kedua tersangka (Jubeleum Panjaitan dan Berto Pengadilan Sinaga) adalah korban kriminalisasi yang diduga kerjasama antara pembisik (Betman Panjaitan/Teradu 7), pihak keluarga korban dan penyidik, diduga untuk mendapatkan tebusan uang (informasi yang kami dapat dari seseorang di Polres Toba), sehingga wajib agar Betman Panjaitan/Teradu 7 diperiksa karena namanya sudah muncul dari penyidik saat pemeriksaan saksi- saksi,” pungkas Evanungsih Amirullah SH.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi Kasat Reskrim Polres Toba Polda Sumatera Utara AKP. Wilson Panjaitan, SH mengatakan, dirinya Bersama dengan penyidik lainnya sudah bekerja sesuai dengan Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 Tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Tidak masalah dilaporkan ke Propam Polri, dan kami sudah bekerja sesuai prosedur yang berlaku,”ujar Wilson (zdn) sumber:  Indonesianews.tv

BAGIKAN BERITA

You cannot copy content of this page