DELI SERDANG-Zonadinamikanews.com. Dalam mencermati sepat terjang Yudi Hilmawan selaku kepala dinas Pendidikan, yang terkesan menodai dunia Pendidikan, agaknya harus menjadi perhatian serius oleh dr Asriluddin Tambunan selaku bupati Deli Serdang, Pasalnya, saat ini Yudi Hilmawan menjadi buah bibir dikalangan pendidik, jadi buah bibir bukan karena prestasi yang di raih, namun adanya indiksi kuat merugikan orang tua murid dan tenaga pendidik lainya, tegas Jhon F Grsang selaku ketua DPD LSM GPRI Sumatera Utara.
Jhon Girsang menilai, bahwa selama tiga tahun ini, sejumlah tenaga pendidik merasa resah, terkait dalam pemelian buku yang di arahkan oleh pihak dinas, bahkan pihak dinas mengarahkan penerbit dalam penerbitan buku. Dan sejumlah guru SD di 10 kecamatan yang temui GPRI, mengaku di arahkan oleh kepala dinas untuk membeli buku, sementara buku tersebut tidak sesuai dengan kurikulum, Ada dugaan kuat Persekongkolan jahat antara Dinas pendidikan dengan oknum vendor dalam pendistribusian buku tersebut, tegas Jhon Girsang.
Oleh karena itu, demi menyelamatkan dunia Pendidikan di Kabupaten Deli Serdang, Bupati Deli Serdang ada baiknya dalam secepat mungkin untuk mencopot Yudi Hilmawan selaku kepala dinas Pendidikan.
Dalam pemebritaan sejumlah media terkait terbongkarnya borok Yudi Hilmawan, Bupati Deli Serdang, dr Asriluddin Tambunan saat memberikan pidato kunjungan kerja di Dinas Pendidikan.
“Stop pembiayaan buku yang tidak perlu. Stop semua pembelian yang tidak terkait dengan sekolah. Saya ingin semua disiplin, yang melanggar saya pastikan dikenai sanksi. Manfaat Disdik adalah untuk membangun anak bangsa, bukan cari uang,” Tegasnya saat memimpin apel pagi di Disdik Deliserdang, Rabu (5/3 2025).
Betapa tidak, beredarnya buku Melayu Karo Simalungun ( Mekarsi), yang peruntukannya dimulai kelas 1 sampai kelas 6 SD sempat viral terbit beberapa waktu lalu dibeberapa media tentu menjadi perhatian Bupati.
Soalnya anak anak SD yang masih duduk dikelas 1 sampai di kelas 2, jangankan membaca, mengenal huruf dan mengeja tulisanpun mereka belum paham, Tetapi sudah di cekoki buku buku.
Parahnya lagi, kesan pihak dinas kerjasama dengan penyedia barang, untuk mengumpulkan pundi pundi uang terbukti. Soalnya buku yang di edarkan kelas 1 sampai 3 tidak pakai ISBN ( Barkot) dan kelas 4 dan 6 sudah pakai Barkot .
Untuk diketahui sanksi hukum Pidana penjara bagi Penerbit dapat dijerat pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000.
Kemudian Gugatan perdata bagi Penerbit dapat digugat secara perdata oleh sekolah atau lembaga terkait jika terbukti melakukan pelanggaran.
Adapun acuan hukumnya yakni, Peraturan yang Berlaku yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017. Undang-Undang tentang Sistem dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa penerbit harus mematuhi peraturan tentang penggunaan barcode.
Kemudian, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa buku teks utama harus menggunakan barcode.
Belum lagi pihak dinas pendidikan membuat naskah ujian, padahal biaya kertas sampai cetak soal naskah ujian cuma Rp 7000,- tetapi pihak sekolah membayarnya Rp 16000′- yang pembayarannya dari anggaran dana BOS.
Kebobrokan dinas pendidikan di bawah kepemimpinan Yudi Hilmawan yang berkesan dinas pendidikan kerjanya cari uang, patut menjadi sorotan tajam bupati saat melakukan kunjungan kerjanya. (CIJES)