MEDAN-Zonadinamikanews.com.Klausul pada akta agunan debitur belum sesuai dengan kondisi terkini fasilitas kredit debitur PT CCT. PT CCT adalah perusahaan di bidang pembangunan, perdagangan umum dan jasa pada wilayah Jakarta, Bogor dan Bekasi.
PT CCT (Perseroan) berkedudukan di Jakarta Selatan, berdasarkan akta pendirian No 52 tanggal 22 Februari 2008 (Akta No. 52/2008) yang dibuat dihadapan notaris di Jakarta pada 27 Februari 2008.
Pada tanggal 24 April 2019, PT CCT mengajukan ‘Kredit Sindikasi’ pada Kantor Cabang Melawai untuk pembangunan Jalan Tol ruas Cimanggis – Cibitung sekitar 26,18 Km yang termasuk ke dalam jalan lingkar luar kedua, yaitu Jakarta Outer Ring Road II (JORR II) dengan nilai kontrak Rp4.255.000.000.000.
Dalam hal ini, PT Bank Sumut ikut serta untuk penambahan plafon ‘Kredit Sindikasi’ dengan porsi senilai Rp150.000.000.000 sesuai dengan akta penundukan diri PT Bank Sumut atas perjanjian ‘Kredit Sindikasi’ pada April 2020.
Selanjutnya, PT Bank Sumut kembali ikut penambahan plafon ‘Kredit Sindikasi’ dengan porsi senilai Rp100.000.000.000, sehingga total porsi kredit PT Bank Sumut menjadi senilai Rp250.000.000.000 pada Maret 2021. Selanjutnya, PT Bank Sumut kembali lagi ikut serta melakukan penambahan plafon ‘Kredit Sindikasi’ dengan porsi senilai Rp250.000.000.000, sehingga porsi kredit menjadi Rp500.000.000.000 pada Juli 2022.
Hasil pemeriksaan oleh BPK, dilakukan restrukturisasi Covid-19 PT CCT dengan masa restrukturisasi sejak tanggal 23 Juli 2021 s/d 22 Maret 2022, berdasarkan perubahan pertama No 117 terhadap Akta Perjanjian Kredit tanggal 24 April 2019, yang telah ditandatangani oleh para pihak pada tanggal 21 September 2021.
Agen fasilitas sebagai bank utama yang memberikan ‘Kredit Sindikasi’ adalah PT BNI, sedangkan agen penjamin adalah PT Bank BRI sebagai bank penyimpan agunan asli milik debitur PT CCT.
BPK menyebut, hasil pemeriksaan atas dokumen fasilitas ‘Kredit Sindikasi’ untuk PT CCT diketahui bahwa agunan debitur yang disimpan pada ‘Agen Penjamin’ dalam hal ini PT Bank BRI, ternyata tidak mencantumkan PT Bank Sumut pada klausul akta agunan debitur sesuai dengan kondisi terkini fasilitas kredit. Selain itu, tidak terdapat dokumen atas dua agunan debitur PT CCT.
Hal itu tidak sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 29 ayat (2) menyebutkan antara lain bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
BPK merilis, hal tersebut mengakibatkan tidak terlindunginya kepentingan second way out PT Bank Sumut pada pemberian ‘Kredit Sindikasi’ pada PT CCT.
Untuk diketahui, ‘Sindikasi’ dapat merujuk pada kerja sama antar lembaga keuangan atau pekerja untuk mencapai tujuan tertentu.
‘Sindikasi’ dalam perbankan adalah kerja sama antara dua atau lebih bank untuk memberikan pinjaman kepada debitur.
‘Sindikasi’ dalam perbankan disebut juga multi-bank lending karena melibatkan banyak bank atau lembaga non-bank.
Penyaluran kredit. Bank merupakan badan usaha yang menjalankan fungsi intermediasi. Hal ini berarti bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Guna memastikan siklus intermediasi tersebut berjalan dengan baik, usaha bank dilengkapi dengan perangkat aturan yang mengikat proses bisnis, baik dari sisi penghimpunan dana maupun dari sisi penyalurannya.
Dalam kaitannya dengan fungsi penyaluran dana, mengingat dana yang dikelola adalah dana pihak ketiga masyarakat, bank memiliki kewajiban memitigasi resiko untuk mengamankan dana kredit yang disalurkan, sejak proses pengajuan permohonan, analisis, persetujuan, perjanjian, dan pencairan kredit hingga kredit dinyatakan lunas.
Hal ini berarti sejak menerima permohonan kredit dan calon debitur, bank perlu melakukan analisis memadai dan memetakan resiko-resiko terkait.
Analisis dilakukan sesuai dengan aturan yang melekat pada masing-masing jenis kredit dengan tujuan untuk memitigasi risiko terkait dengan kredit yang dicairkan. Hal ini yang menjadikan dasar dari prinsip kehati-hatian bank.
Prinsip kehati-hatian bank wajib diterapkan oleh bank saat menyalurkan kredit agar seluruh aktivitas penyaluran kredit dan pembiayaan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau membahayakan kelangsungan usaha bank.
Salah satu bentuk prinsip kehati-hatian tersebut adalah dengan melakukan pengumpulan bukti yang memadai terkait penjualan hasil produksi debitur, dan kemampuan pengembalian kredit. (m/Tim).